KONSERVASI MANGROVE

Luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1999 mencapai 8,60 juta hektar dan yang telah mengalami kerusakan sekitar 5,30 juta hektar. Kerusakan tersebut antara lain disebabkan oleh konversi mangrove menjadi kawasan pertambakan, pemukiman, dan industri, padahal mangrove berfungsi sangat strategis dalam menciptakan ekosistem pantai yang layak untuk kehidupan organisme akuatik. Konversi mangrove yang tidak terkendali dibarengi dengan penumpukan limbah organik dari sisa pakan dan feses pada budi daya udang intensif disinyalir telah menyebabkan munculnya berbagai jenis penyakit udang di tambak. Keseimbangan ekologi lingkungan perairan pantai akan tetap terjaga apabila keberadaan mangrove dipertahankan karena mangrove dapat berfungsi sebagai biofilter, agen pengikat dan perangkap polusi. Mangrove juga merupakan tempat hidup berbagai jenis gastropoda, kepiting pemakan detritus, dan bivalvia pemakan plankton sehingga akan memperkuat fungsi mangrove sebagai biofilter alami. Berbagai jenis ikan baik yang bersifat herbivora, omnivora maupun karnivora hidup mencari makan di sekitar mangrove terutama pada waktu air pasang.
Hilangnya mangrove dari ekosistem perairan pantai telah menyebabkan keseimbangan ekologi lingkungan pantai terganggu. Melimpahnya bahan organik yang berasal dari sisa pakan pada usaha budi daya udang intensif di lingkungan perairan pantai juga menyebabkan bakteri oportunistik patogen berubah menjadi betul-betul patogen seperti bakteri Vibrio harveyi. Selain itu, serangan white spot baculo virus (WSBV) juga meningkat dan telah menyebabkan kematian udang windu yang dibudidayakan di tambak (Ahmad dan Mangampa 2000). Inoue et al. (1999) melaporkan bahwa pada tahun 1990, sekitar 15.000 ha tambak udang mengalami gagal panen akibat serangan virus. Serangan virus ini semakin meluas hingga tahun 2000 dan menyebabkan banyak tambak udang gagal panen.
Akibatnya produksi udang hasil budi daya terus menurun hingga tahun 2001, yaitu dari 180.000 metrik ton pada tahun 1995 menjadi 80.000 metrik ton pada tahun 2001 (Sugama 2002). Dampak lainnya adalah menurunnya keanekaragaman hayati organisme akuatik (Soeriaatmadja 1997).

Post a Comment

0 Comments